“Barang siapa yang Allah hendaki memberinya petunjuk
,niscaya Dia lapangkan dadankya untuk (memeluk agma) Islam. Dan barang siapa
yang Allah hendaki kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya lagi
sempit,seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.(QS.Al-An’am/6:225)
Yang dapat diambil sebuah hikmah pada ayat diatas
bahwa Allah seakan-akan telah menakdirkan setiap perkara yang ada di dunia atas
kehendak-Nya semata, bukan karena hambanya yang melakukan akan tetapi semuanya
itu pasti ada hikmah lain yang terkandung didalamnya.
Oleh sebab tiu seorang hamba tidak hanya memahami
satu ayat saja tapi dituntut agar memahami keseluruhan aspek yang ada pada
beberapa ayat lain. Karena jika itu tidak diamalkan maka akan timbul rasa /
pendapat bahwa Allah itu tidak adil, tidak peduli,tidak mengabulkan do’a-do’a
hambanya atau lain sebagainya. Dan bagaimana peran manusia yang menjadi kaum
muslim musliamah bila dibandingkan denga kaum kafir?Dimana letak keadilan yang
diberikan Allah SWT?Padahal telah banyak ayat-ayat Al Qur’an yang mengakan hal
tersebut. Seperti QS.Yunus/10:40 yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada
manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri
merka sendiri.”
Pendapat atas
ketidak adilan itu pun juga bertentangan dengan prinsip hukum alam, terutama
prinsip sebab-akibat. Yang dari sana menyatakan tentang segala sesuatu pasti
aada sesuatu yang menyebabkan hal tersebut bukan terjadi secara simsalabinI atau secara tiba-tiba. Maka
dari itu manusia tiadak serta merta mencantumkan kalimat “tidak adil” dengan
pengertian bahwa Allah lah yang mennyebabkan akibat tersebut. Pada sunnah Allah
terdapat ungkapan bahwa segala kejadian apapun yang dialami manusia itu
merupakan akibat/ konsekuensi dari tindakan manusia itu sendiri bukan karena
Allah SWT, Allah hanya sebagai realitas atas hal yang ditimpa manusi bukan
sebagai penyababnya. Dan Allah tidak akan merubah ketentuan-ketentuan yang
terdapat pada sunnah-Nya, seperti firman-Nya:
“Dan kamu sekalian tiada akan mendapati perubahan pada sunnah
Allah.”(QS.al-Ahzab/33;62).
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa setiap
hal yang ada itu sebenarnya harus ada landasan
tempat berpijaknya kaki, pada agama islam dapat dikategorikan denga
kenyakinan atas ke Esa an Allah SWT. Jika semuanya itu atas hal tersebut maka
hancurlah iman seorang hamba kepada Sang Pencipta. Kesan-kesan tersebut
sebenarnya telah ada pada zaman klasik, yang itu melahirkan kepercayaan yang
bertolak belakang seperti kutub yang kedua sisinya sama ( menyakini agama
islam), yang diberi nama kaum Jabariyah
dan Qadariyah. Yang ternyata paham kaum tersebut masih meninggalkan bercak
hitam pada putihnya kain (umat islam). Dan paham tersebut sulit hilang
dikarenakan umat islam yang memiliki pemahaman yang sukar diubah juga apabila
telah mengenal adab tersebut. Hal tesebut terjadi karena zaman dulu terdapat
perebutan kekuasaan yang dilakukan kedua pihak yang didalamnya juga mengandung
unsure pemaksaan tentang paham masing-masing kaum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar