Kamis, 17 Mei 2012


“Barang siapa yang Allah hendaki memberinya petunjuk ,niscaya Dia lapangkan dadankya untuk (memeluk agma) Islam. Dan barang siapa yang Allah hendaki kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya lagi sempit,seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.(QS.Al-An’am/6:225)
Yang dapat diambil sebuah hikmah pada ayat diatas bahwa Allah seakan-akan telah menakdirkan setiap perkara yang ada di dunia atas kehendak-Nya semata, bukan karena hambanya yang melakukan akan tetapi semuanya itu pasti ada hikmah lain yang terkandung didalamnya.
Oleh sebab tiu seorang hamba tidak hanya memahami satu ayat saja tapi dituntut agar memahami keseluruhan aspek yang ada pada beberapa ayat lain. Karena jika itu tidak diamalkan maka akan timbul rasa / pendapat bahwa Allah itu tidak adil, tidak peduli,tidak mengabulkan do’a-do’a hambanya atau lain sebagainya. Dan bagaimana peran manusia yang menjadi kaum muslim musliamah bila dibandingkan denga kaum kafir?Dimana letak keadilan yang diberikan Allah SWT?Padahal telah banyak ayat-ayat Al Qur’an yang mengakan hal tersebut. Seperti QS.Yunus/10:40 yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri merka sendiri.”
 Pendapat atas ketidak adilan itu pun juga bertentangan dengan prinsip hukum alam, terutama prinsip sebab-akibat. Yang dari sana menyatakan tentang segala sesuatu pasti aada sesuatu yang menyebabkan hal tersebut bukan terjadi secara simsalabinI atau secara tiba-tiba. Maka dari itu manusia tiadak serta merta mencantumkan kalimat “tidak adil” dengan pengertian bahwa Allah lah yang mennyebabkan akibat tersebut. Pada sunnah Allah terdapat ungkapan bahwa segala kejadian apapun yang dialami manusia itu merupakan akibat/ konsekuensi dari tindakan manusia itu sendiri bukan karena Allah SWT, Allah hanya sebagai realitas atas hal yang ditimpa manusi bukan sebagai penyababnya. Dan Allah tidak akan merubah ketentuan-ketentuan yang terdapat pada sunnah-Nya, seperti firman-Nya:
“Dan kamu sekalian tiada  akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.”(QS.al-Ahzab/33;62).
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa setiap hal yang ada itu sebenarnya harus ada landasan  tempat berpijaknya kaki, pada agama islam dapat dikategorikan denga kenyakinan atas ke Esa an Allah SWT. Jika semuanya itu atas hal tersebut maka hancurlah iman seorang hamba kepada Sang Pencipta. Kesan-kesan tersebut sebenarnya telah ada pada zaman klasik, yang itu melahirkan kepercayaan yang bertolak belakang seperti kutub yang kedua sisinya sama ( menyakini agama islam), yang diberi nama kaum Jabariyah dan Qadariyah. Yang ternyata paham kaum tersebut masih meninggalkan bercak hitam pada putihnya kain (umat islam). Dan paham tersebut sulit hilang dikarenakan umat islam yang memiliki pemahaman yang sukar diubah juga apabila telah mengenal adab tersebut. Hal tesebut terjadi karena zaman dulu terdapat perebutan kekuasaan yang dilakukan kedua pihak yang didalamnya juga mengandung unsure pemaksaan tentang paham masing-masing kaum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar